Al-Faruq sang pembeda, Demikian julukan yang diberikan Rasulullah untuk Umar Bin Khattab, karena ia dapat membedakan yang benar dan yang batil, yang baik dan yang buruk. Umar bin Khattab sangat menyukai dan kerap memakai julukan ini. Rasulullah SAW berkata, "Allah SWT telam menempatkan kebenaran di lisan dan hati Umar RA. Dialah al-faruq, yang membedakan atau memisahkan yang hak dan yang batil"(HR. Ahmad 5/154/165/177, Abu Dawud (2962), Ibnu Majah (108), Al-Hakim (2/86, 87).
Setelah Umar bin Khattab menjadi Islam, wilayah Islam semakin luas karena berhasil menaklukkan bangsa-bangsa yang berkuasa dan lebih maju di zamannya seperti negeri Syam dan beberapa daerah-daerah yang dikuasi oleh persia dan romawi. dengan segala sikap dan kesederhanaan hidup Umar bin Khattab sama sekali tidak mengurangi kecakapannya mengatur sebuah negara besar.
Pada saat itu Umar bin Khattab memelopori pembentukan beberapa jawatan pemerintahan, membentuk tata kenegaraan yang lebih maju, dan memperbaiki administrasi negara. Hal ini diharus dilakukan mengingat wilayah Islam semakin luas agar negara ini dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran umat Islam.
Umar bin Khatab pernah mengutarakan keinginannya kepada Auf ibn Malik bah ia ingin wafat terbunuh sebagai syahid ditanah Arab sampai umar pernah berdoa kepada Allah SWT untuk dapat mati dijalan-Nya dan ditanah kekasihnya, Rasulullah SAW. Umar berdoa: "Ya Allah SWT, berikan aku karunia kematian sebagai syahid di Jalan-Mu dan jadikanlah matiku berada di negeri nabi-Mu" (Ibn Sa'd, al-Thabaqat, 3/331)
Detik-detik akhir hayatnya pada waktu itu Umar berjalan menuju masjid, pada saat itu cahaya bulan mengenai wajahnya yang tampak bercahaya. Didalam masjid, para jamaah sudah ramai. Khalifah Umar mendirikan shalat sunnah fajar. Sesaat kemudian muazin melantunkan iqamat dan khalifah umar maju kedepan, ketempat imam. Beliau berkata "luruskan barisan kalian", setelah barisan lurus sang imam balik menghadap kiblat.
Waktu bergulir beberapa namun suara takbir sang khalifah belum juga terdengar ternyata telah ada yang menikam Umar. Ia berdiri di shaf pertama, tepat dibelakang Umar. Orang tersebut segera kabur dari masjid, sambil menikam siapa saja yang ia temui dikanan dan kirinya, sehingga mengenai tiga belas orang lelaki lainnya, dan tujuh diantaranya meninggal dunia.
Umar seketika itu juga ambruk. Ia roboh, darah bersimbah membasahi jubah sang Khalifah dan lantai mihrab. Umar yang tengah terkapar menarik Abdurrahman ibn Auf untuk mengimami shalat, sementara orang-orang berhamburan meraih Umar. Setelah itu Abdullah ibn Abbas segera membopong Umar kerumahnya.
Para jamaah yang lain juga ikut serta, setelah itu Umar merasa akan menghadap Allas SWT memanggil anaknya Abdullah ibn Umar dan menyuruhnya ke rumah Ummul Mukminin Aisyah untuk meminta Izin agar jenazahnya dikebumikan disamping dua orang sahabat utamanya (Rasulullah SAW dan Abu Bakar) dan Aisyah pun mengizinkannya.
Umar lalu berwasiat kepada Abdullah anaknya, "wahai anakku jika aku wafat, kuburkanlah aku. Jadikanlah tanganmu membopong punggungku. Letakkanlah tangan kananmu diatas keningku, sementara tangan kirimu diatas jakunku. Sesungguhnya jika terdapat kebaikan dalam diriku, kelak Allah akan meluaskan tempat untukku sejau mata memandang. Namun, jika aku tidak seperti itu, Allah akan menyempitkan tempat untukku sampai meremukkan tulang-tulangku. Janganlah engkau bawa para perempuan mengiringi jenazahku. Janganlah kalian menyucikan diriku, sementara aku tidak seperti yang mereka sucikan. sesungguhnya Allah Maha Mengetahui semuanya, lebih daripada diriku. Jika kalian keluar membawa jenazahku, hendaklah bersegera membawanya."
Umar juga berpesan kepada calon khalifah penggantinya, jika salah satu dari kamu menjadi pemangku urusan umat ini, hendaknya tidak membawa kerabat-kerabatmu dalam urusan manusia. Hendaknya kalian semua menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya, hendaknya kalian bermuyawarah (hal ini disampaikan kepada Ali, utsman, dan Sa'd).
Matahari mulai terbit, semesta tampak benderang. Sementara napas sang Khalifah perlahan-lahan terhenti, dan pada pagi hari Ahad, awal bulan Muharram tahun 24 H (644M), Khalifah Umar mengembuskan nafas terakhir.
Setelah Umar bin Khattab menjadi Islam, wilayah Islam semakin luas karena berhasil menaklukkan bangsa-bangsa yang berkuasa dan lebih maju di zamannya seperti negeri Syam dan beberapa daerah-daerah yang dikuasi oleh persia dan romawi. dengan segala sikap dan kesederhanaan hidup Umar bin Khattab sama sekali tidak mengurangi kecakapannya mengatur sebuah negara besar.
Pada saat itu Umar bin Khattab memelopori pembentukan beberapa jawatan pemerintahan, membentuk tata kenegaraan yang lebih maju, dan memperbaiki administrasi negara. Hal ini diharus dilakukan mengingat wilayah Islam semakin luas agar negara ini dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran umat Islam.
Umar bin Khatab pernah mengutarakan keinginannya kepada Auf ibn Malik bah ia ingin wafat terbunuh sebagai syahid ditanah Arab sampai umar pernah berdoa kepada Allah SWT untuk dapat mati dijalan-Nya dan ditanah kekasihnya, Rasulullah SAW. Umar berdoa: "Ya Allah SWT, berikan aku karunia kematian sebagai syahid di Jalan-Mu dan jadikanlah matiku berada di negeri nabi-Mu" (Ibn Sa'd, al-Thabaqat, 3/331)
Detik-detik akhir hayatnya pada waktu itu Umar berjalan menuju masjid, pada saat itu cahaya bulan mengenai wajahnya yang tampak bercahaya. Didalam masjid, para jamaah sudah ramai. Khalifah Umar mendirikan shalat sunnah fajar. Sesaat kemudian muazin melantunkan iqamat dan khalifah umar maju kedepan, ketempat imam. Beliau berkata "luruskan barisan kalian", setelah barisan lurus sang imam balik menghadap kiblat.
Waktu bergulir beberapa namun suara takbir sang khalifah belum juga terdengar ternyata telah ada yang menikam Umar. Ia berdiri di shaf pertama, tepat dibelakang Umar. Orang tersebut segera kabur dari masjid, sambil menikam siapa saja yang ia temui dikanan dan kirinya, sehingga mengenai tiga belas orang lelaki lainnya, dan tujuh diantaranya meninggal dunia.
Umar seketika itu juga ambruk. Ia roboh, darah bersimbah membasahi jubah sang Khalifah dan lantai mihrab. Umar yang tengah terkapar menarik Abdurrahman ibn Auf untuk mengimami shalat, sementara orang-orang berhamburan meraih Umar. Setelah itu Abdullah ibn Abbas segera membopong Umar kerumahnya.
Para jamaah yang lain juga ikut serta, setelah itu Umar merasa akan menghadap Allas SWT memanggil anaknya Abdullah ibn Umar dan menyuruhnya ke rumah Ummul Mukminin Aisyah untuk meminta Izin agar jenazahnya dikebumikan disamping dua orang sahabat utamanya (Rasulullah SAW dan Abu Bakar) dan Aisyah pun mengizinkannya.
Umar lalu berwasiat kepada Abdullah anaknya, "wahai anakku jika aku wafat, kuburkanlah aku. Jadikanlah tanganmu membopong punggungku. Letakkanlah tangan kananmu diatas keningku, sementara tangan kirimu diatas jakunku. Sesungguhnya jika terdapat kebaikan dalam diriku, kelak Allah akan meluaskan tempat untukku sejau mata memandang. Namun, jika aku tidak seperti itu, Allah akan menyempitkan tempat untukku sampai meremukkan tulang-tulangku. Janganlah engkau bawa para perempuan mengiringi jenazahku. Janganlah kalian menyucikan diriku, sementara aku tidak seperti yang mereka sucikan. sesungguhnya Allah Maha Mengetahui semuanya, lebih daripada diriku. Jika kalian keluar membawa jenazahku, hendaklah bersegera membawanya."
Umar juga berpesan kepada calon khalifah penggantinya, jika salah satu dari kamu menjadi pemangku urusan umat ini, hendaknya tidak membawa kerabat-kerabatmu dalam urusan manusia. Hendaknya kalian semua menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya, hendaknya kalian bermuyawarah (hal ini disampaikan kepada Ali, utsman, dan Sa'd).
Matahari mulai terbit, semesta tampak benderang. Sementara napas sang Khalifah perlahan-lahan terhenti, dan pada pagi hari Ahad, awal bulan Muharram tahun 24 H (644M), Khalifah Umar mengembuskan nafas terakhir.